Banyak kisah keunikan jodoh. Amat
berlimpah kisah yang mengiringinya hingga dua insan benar-benar bersanding di
pelaminan. Masing-masing pasangan, selalu memiliki keunikan tersendiri dalam
setiap prosesnya.
Ada yang sekali lamadiditerima, banyak
pula yang langsung ditolak saat pertama kali ajukan diri. Penolakan, apa pun
alasannya bisa menjadi dua hal yang berlawanan: semangat memperbaiki diri atau
putus asa berkepanjangan sebab kerdilnya jiwa.
Tentang alasan penolakan itu, ada yang
logis; meski banyak pula yang terkesan atau benar-benar mengada-ada.
Beruntungnya, di zaman yang makin tua ini, masih ada orang tua yang menolak
laki-laki pelamar anaknya lantaran hal yang syar’i.
Hari itu, sebut saja namanya Fulan,
berangkat bersama keluarganya untuk melamar Fulanah (bukan nama sebenarnya). Di
sepanjang perjalanan, keluarga itu diliputi bahagia dengan obrolan-obrolan
ringan untuk saling menautkan hati. Tak lupa, mereka panjatkan doa agar lamaran
Fulan diterima oleh Fulanah dan keluarganya.
Tak lama kemudian, keluarga Fulan pun
sampai di Rumah Fulanah. Terlihat suasana akrab dari kedua keluarga tersebut.
Tak perlu menunggu lama, mereka terlibat dalam perbincangan ringan dan seru
sebelum sampai ke tema utama.
Akhirnya, ungkapan lamaran pun
tersampaikan dari pihak Fulan. Seketika setelah Fulan menyampaikan maksudnya,
seisi ruangan terdiam. Kini, hak bicara diberikan kepada Fulanah dan
keluarganya.
“Ada pertanyaan yang ingin saya ajukan,”
kata bapak Fulanah menyampaikan. “Jika mampu menjawab”, lanjutnya, “maka
lamaranmu aku terima.” Namun, lanjut calon mertuanya itu, “Kejadiannya lain
jika kau tak mampu menjawabnya.”
“Kapan waktu shalat Subuh?” Sederhana
dan singkat. Itulah empat kalimat yang diajukan oleh calon mertua kepada calon
menantunya. Sayangnya, tidak demikian bagi sang calon menantu. Kalimat nan
sederhana itu terdengar angker sehingga Fulan menarik nafas panjang dibuatnya.
Sesaat kemudian, Fulan menunduk tanpa suara.
Calon mertua pun menunggu dalam beberapa
jenak. Hingga akhirnya, Fulan benar-benar tak kuasa sampaikan jawaban sebab
tidak mengetahuinya.
“Maaf,” kata calon mertua dengan nada
berat. “Saya tidak bisa menyerahkan anak gadis saya kepada laki-laki yang tidak
mengetahui kapan doa seorang hamba diangkat di waktu Subuh.”
Demikianlah Sahabat. Sebagai orang tua,
kita tak boleh menyerahkan anak kita kepada sembarangan laki-laki. Harus
diketahui bagaimana agamanya, akhlaknya, dan kualitas penghambaannya kepada
Rabbnya. [Pirman]
*Kisah nyata. Terjadi di salah satu
derah di Arab Saudi