Hati- hati, 9 Merek Pembalut di Indonesia Ini Ternyata Mengandung Zat Berbahaya “Klorin”

pembalur,berbahaya,klorin

Menjadi wanita harus pintar dalam menjaga kebersihan dan kesehatan. Bukan hanya kesehatan dan kebersihan wajah atau bagian tubuh yang terlihat dari luar saja, tapi juga bagian yang tidak terlihat seperti organ intim. Salah satu caranya adalah dengan memilih pembalut yang sehat dan tidak mengandung zat berbahaya.
Beberapa waktu lalu kita sempat dihebohkan dengan berita tentang adanya pembalut yang berbahaya. Pembalut ini konon mengandung zat berbahaya yang seharusnya tidak ada dalam pembalut, yaitu klorin. YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ) pun sudah mengklarifikasi tentang kebenaran berita tersebut. Menurut YLKI, timnya menemukan ada Sembilan mereka pembalut di Indonesia yang ditengarai mengandung klorin dalam kadar yang lumayan tinggi.
“Ada sembilan merek pembalut dan tujuh pantyliner yang mengandung klorin yang bersifat racun,” ungkap Arum Dinta, salah satu tim peneliti dari YLKI saat jumpa pers di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Arum sendiri mengungkapkan bahwa timnya mulai menelusuri kasus ini sejak mereka menerima banyaknya laporan gangguan kulit dan konsumen setelah memakai pembalut mereka tertentu.
“Klorin memang tidak bisa dilihat secara kasat mata, jadi kami lakukan penelitian uji laboratorium dengan metode spektrofotometri,” lanjut Arum.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tim YLKI, ditemukan fakta yang mencengangkan bahwa pembalut dengan kadar klorin tertinggi adalah salah satu pembalut yang sangat populer di kalangan remaja dan wanita dewasa.
Rekor pembalut dengan kandungan klorin tertinggi ditempati oleh pembalut CHARM dengan kadar klorin 54,73 ppm dan disusul dengan pembalut Nina Anion yang menempati posisi kedua dengan kandungan klorin sebanyak 39,2 ppm. Di posisi ketiga terdapat merek My Lady dengan klorin 24,4 ppm, dilanjutkan dengan merek VClass Ultra dengan kandungan 17,74 ppm. Sementara itu, di posisi selanjutnya terdapat beberapa merek terkenal lainnya juga seperti Kotex, Hers Protex, Laurier, Softex dan Softness yang berada di deretan di bawahnya dengan kandungan klorin 6-8 ppm.
Tidak berhenti sampai disini, selain pembalut ada juga pantyliner yang ditemukan mengandung klorin. Tujuh merek pantyliner ini antara lain V Class, My Lady, Pure Style, Softness Panty Shield, Kotex Fresh Liner, CareFree superdry dan juga Laurier Active Fit.

Sebagai perwakilan YLKI, Arum memaparkan bahwa klorin bisa sangat berbahaya untuk kesehatan reproduksi wanita. Selain menyebabkan gatal- gatal, iritasi dan keputihan, zat berbahaya ini juga dapat menyebabkan kanker.
Menegaskan pernyataan Arum, Tulus Abadi, ketua pengurus harian YLKI berkata, “Klorin itu terdapat dalam dioksin yang bersifat karsinogenik. Menurut WHO, ada 52 juta berisiko terkena kanker serviks, salah satunya dipicu oleh zat-zat dalam pembalut.”
Yang tidak kalah mengejutkan, sekitar 52 persen produsen pembalut ini ternyata tidak mencantumkan komposisi zat berbahaya ini dalam kemasan pembalut dan pantyliner mereka. Seakan- akan ini merupakan cara untuk mengelabui konsumen.
“Kasus tersebut melanggar Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang berisi hak yang mendasar bagi konsumen adalah hak atas keamanan produk, hak atas informasi, hak untuk memilih, hak didengar pendapat dan keluhannya, hak atas advokasi, pembinaan pendidikan, serta hak untuk mendapatkan ganti rugi,” ungkap Arum.

Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 472/MENKES/PER/V/1996, pemerintah sebenarnya sudah secara resmi menyatakan bahwa klorin adalah zat berbahaya. Sayangnya, sampai saat ini pemerintah masih tidak memiliki regulasi resmi terkait adanya kandungan klorin dalam pembalut tersebut.

“Merujuk pada FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat), seharusnya ada aturan pembalut harus bebas klorin,” tegas Arum. YLKI pun sangat ingin agar pemerintah segera mengeluarkan peraturan larangan penggunaan klorin ini sehingga usaha mereka untuk mensosialisasikan peringatan klorin ini menjadi lebih efektif dan memberi efek jera pada produsen. Selama tidak ada tindakan yang jelas dari pemerintah, maka usaha mereka bisa jadi  sia- sia belaka