Merampas
tanah adalah sebuah perbuatan zhalim yang banyak terjadi di masyarakat,
termasuk juga dilakukan oleh banyak petani. Perbuatan ini banyak dianggap
sebagai perkara yang sepele pada masa sekarang. Mereka para pelaku perbuatan
ini menganggap remeh perkara ini bahkan menganggap hal yang biasa terjadi di
masyarakat. Padahal merampas tanah termasuk suatu perbuatan yang tergolong dosa
besar dan pelakunya diancam di akherat dengan adzab yang keras dan pedih akherat.
Mengenai masalah mengambil tanah orang lain tanpa izin
pemiliknya ada beberapa hadits yang akan disebutkan diantaranya;
1.Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah
rodhiyallohu ‘anha bahwasanya telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa
sallam:
مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ
شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang
siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah maka dia akan
dikalungi (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.” [1]
2.Hadits yang diriwayatkan dari Sa’id
bin Zaid rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam
berasabda:
مَنْ ظَلَمَ مِنَ
الأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara
zhalim maka dia akan dikalungit (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.”[2]
3.Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah
bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata bersabda Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَخَذَ مِنَ
الأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ لَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى
سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang mengambil tanah (meskipun) sedikit
tanpa haknya maka dia akan ditenggelamkan dengan tanahnya pada hari kiamat
sampai ke dasar tujuh lapis bumi.”[3]
4.Hadits yang diriwayatkan dari Ya’la
bin Murrah rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata telah bersabda Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّمَا رَجُلٍ ظَلَمَ
شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ كَلَّهُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ أَنْ يَحْفِرَهُ حَتَّى
يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِيْنَ, ثُمَّ يُطَوِّقَهُ إَلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
حَتَّى يَقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Siapa saja orang yang menzhalimi (dengan) mengambil
sejengkal tanah (orang lain), niscaya Alloh akan membebaninya hingga hari
kiamat dari tujuh lapis bumi, lalu Alloh akan mengalungkannya (di lehernya)
pada hari kiamat sampai seluruh manusia diadili.”[4]
5.Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu
Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata; aku mendengar Rosululloh shollallohu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ اَرْضًا
بِغَيْرِ حَقِّهَا كُلِّفَ أَنْ يَحْمِلَ تُرَابَهَا إِلَى الْمَحْشَرِ
“Barangsiapa yang mengambil tanah tanpa ada haknya,
maka dia akan dibebani dengan membawa tanahnya (yang dia rampas) sampai ke
padang mahsyar”[5]
Itulah beberapa hadits yang menerangkan tentang
masalah merampas atau mengambil tanah yang dapat di ambil banyak pelajaran,
diantarnya:
Kerasnya siksa bagi pelakunya
Berkata Syaikh Salim Al-Hilali
menerangkan bentuk adzabnya: “Maksud dari dikalungi dari tujuh lapis bumi
adalah Alloh membebaninya dengan apa yang dia ambil (secara zhalim) dari tanah
tersebut, pada hari kiamat sampai ke padang mahsyar dan menjadikannya
sebagaimana membebani di lehernya atau dia disiksa dengan menenggelamkan ke
tujuh lapis bumi, dan mengambil seluruh tanah tersebut dan dikalungkan di
lehernya.”[6]
Semantara Syaikh Abdullah Al-Bassam
menjelaskan: “Oleh karena itu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam mengabarkan
bahwasanya barangsiapa yang mengambil tanah orang tanpa izinnya (merampasnya)
baik sedikit ataupun banyak maka dia datang pada hari kiamat dengan adzab yang
berat, dimana lehernya menjadi keras dan panjang kemudian dikalungkan tanah
yang dirampasnya dan apa yang berada di bawahnya sampai tujuh lapis bumi
sebagai balasan baginya yang telah merampas tanah.”[7]
Demikian juga Syaikh Utsaimin
menjelaskan bagaimana adzab bagi orang yang merampas tanah orang lain dengan
mengatakan: “Manusia jika merampas sejengkal tanah maka dia akan dikalungi
dengan tujuh lapis bumi pada hari kiamat, maksudnya menjadikan baginya kalung
pada lehernya, kita berlindung kepada Alloh, dia membawanya di hadapan seluruh
manusia, di hadapan seluruh makhluk, dia dihinakan pada hari kiamat.”[8]
Sebuah Kezhaliman dan Dosa Besar
Merampas tanah merupakan kezhaliman,
termasuk dosa besar dan kita harus menghindarinya baik sedikit ataupun
banyaknya, sempit maupun luasnya karena tetap saja itu haram dan merupakan dosa
besar.
Berkata Syaikh Al Utsaimin rohimallohu,
“Hadits ini memberikan contoh jenis dari macam-macam perbuatan zhalim yaitu
kezhaliman dalam masalah tanah, dan masalah merampas tanah termasuk dosa besar.
Dan sabdanya (sejengkal tanah) bukanlah
ini bentuk penentuan kadar tetapi bentuk mubalaghah (kiasan) yaitu berarti jika
merampas kurang dari sejengkal tanah juga tetap dikalungkan. Orang arab
menyebutkannya sebagai bentuk mubalaghah yaitu walaupun sekecil apa pun maka
akan dikalungkan kepadanya pada hari kiamat.”[9]
Syaikh Saliem mengaskan: “Kandungan dari
hadits (di atas) adalah janganlah meremehkan kezhaliman meski sekecil apapun
(walaupun Cuma merampas sejengkal tanah), dan merampas tanah termasuk dosa
besar.”[10]
Pemilik bagian atas dan bawahnya
Dari hadits-hadits di atas juga dapat diambil
pelajaran bahwa orang yang memiliki tanah maka dia memiliki juga bagian bawah
sampai tujuh lapis bumi dan juga bagian atas berupa ruang udara.
Syaikh Utsaimin rohimallohu menjelaskan: “Di dalam
Hadits ini (hadits ‘Aisyah) menunjukkan dalil bahwa orang memiliki tanah maka
dia memiliki juga (tanah) bagian bawahnya sampai tujuh lapis bumi, tidaklah
boleh seseorang melubangi kecuali dengan izinnya. Misalkan kamu ditakdirkan
mempunyai tanah seluas tiga meter persegi dan sekeliling (tanahmu) adalah tanah
milik tetanggamu, kemudian tetanggamu bermaksud untuk membuat lubang/terowongan
diantara tanahnya, dan melewati bagian bawah tanahmu maka tidaklah dia
dibenarkan dalam hal ini karena kamu memiliki tanah dan apa saja yang berada di
bawah tanah tersebut sampai tujuh lapis bumi. Sebagaimana juga ruang udara (di
atas tanahmu) adalah milikmu sampai ke langit. Maka seseorang tidak bisa untuk
membangun atap kecuali dengan izinmu. Oleh karena itu berkata ulama, ‘Udara itu
mengikuti apa yang tetap (tanah), dan tanah itu sampai tujuh lapis bumi. Jadi
seseorang (yang memiliki tanah) mempunyai bagian atas bagian bawah (dari
tanahnya), tidak boleh seseorang (merampasnya).
Berkata Syaikh ‘Utsaimun menyebutkan bahwa para ulama
berkata, ‘Seandainya tetanggamu memiliki pohon, kemudian dahannya memanjang ke
tanahmu dan ranting-rantingnya menjadi menutupi tanahmu, maka sesungguhnya
tetanggamu harus membenggokkan (dahan tersebut) dari tanahmu, jika tidak
memungkinkan untuk dibengkokkan maka (dahan tersebut) harus dipotong, kecuali
kamu mengizinkan keberadaannya, karena ruang udara (di atas tanahmu) adalah
milikmu, mengikuti (kepemilikkan) apa yang tetap (tanah).”[11]
Berkata Syaikh Saliem: “Barangsiapa memiliki tanah,
maka berarti dia memilikinya dari bawah sampai atas. Dan dia berhak melarang
orang menggali bagian yang berada di bawah tanahnya, baik berupa lubang ataupun
sumur tanpa meminta izin dan persetujuan darinya. Dan dia juga merupakan
pemilik tambang dan barang-barang berharga berharga dibawahnya. Dia boleh
memperdalam lubang di bawah tanahnya sekehendak hatinya selama tidak
membahayakan orang lain yang bertetangga dengannya.”[12]
Kemudian Syaikh Abdullah Al-Bassam
melanjutkan penjelasannya: “Pelajaran yang bisa diambil dari hadits ini (Hadits
Aisyah rodhiyallohu ‘anha): Bahwa perampasan tanah itu adalah haram baik
sedikit maupun banyak, inilah faidah penyebutan kata sejengkal tanah, Benda
yang diam (tanah) merampasnya dengan cara menguasainya. Berkata Al-Qurthubi :
“Dari hadits ini memungkinkan merampas tanah termasuk dosa besar.”, dan
Sesungguhnya orang yang memiliki permukaan tanah dia juga memiliki bagian
bawahnya maka tidak boleh seseorang melubangi dari bawah atau membuat lubang
atau sumur atau selainnya (ditanah orang lain).” [13]
Bumi terdiri dari tujuh lapis
Dalam hadits di atas juga terdapat pelajaran bahwa
bumi itu tersusun dari tujuh lapis sebagimana langit yang terdiri lapis,
berkata Syaikh Saliem: “Bumi ini terdiri dari tujuh lapis, yang antara satu
lapisan dengan yang lainnya tidak saling terpisah. Seandainya lapisan tanah itu
terpisah-pisah, niscaya cukup bagi perampas tanah untuk dikalungi tanah yang
dirampasnya saja, karena terpisahannya dari tanah yang berada di bawahnya.
Wallohu a’lam. Tanah tujuh lapis itu bertingkat-tingkat sebagaimana halnya
dengan langit. Hal itu tampak pada lahiriyah firman Alloh subhanahu wa ta’ala
Berkata Syaikh Al Utsaimin rohimallohu: “Kesempurnaan
siksa yang lain (selain laknat dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam)
adalah apa yang disebutkan dalam hadits ini (Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha)
bahwa jika seseorang merampas sejengkal tanah saja maka dia akan dikalungi
dengan (tanah yang dirampas) sampai tujuh lapis bumi pada hari kiamat, karena
bumi itu terdiri dari tujuh lapis, sebagaimana yang datang dari as-Sunnah yang
jelas, dan sebagaimana yang Alloh subhanahu wa ta’ala sebutkan di dalam
al-Quran yaitu yang ditunjukkan dalam firman-Nya subhanahu wa ta’ala:
“Alloh-lah yang menciptakan tujuh lapis
langit dan begitu pula bumi.” (QS.
Ath Thalaq : 12)
dan
sudah ketahui bahwa permisalan di sini bukanlah bentuknya, karena di antara
langit dan bumi terdapat perbedaan yang jauh. Langit jauh lebih besar , lebih
luas dan lebih agung dari bumi. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan langit itu dibangun dengan dengan tangan.” (Adz Dzariyat: 47) , maksudnya
dengan kuat dan Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
1.
Pengubahan Tanda Batas Tanah
Kemudian masalah yang kedua adalah merubah tanda batas
tanah. Dalil tentang larangan merubah tanda batas adalah hadits yang
diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata: ” Rosululloh memberitahukan kepadaku
empat kalimat
لَعَنَ اللهُ مُنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ,
لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ, لَعَنَ اللهُ مَنَ آوَى مُحْدِثًا, لَعَنَ
اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ الأَرْضِ
, ‘Alloh melaknat orang yang menyembelih bagi selain
Alloh; Alloh melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya; Alloh melaknat
orang yang memberi perlidungan orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru
(bid’ah); dan Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Imam Muslim dari berbagai jalur).
Perkataan
Alloh melaknat maksudnya penjauhan dari rahmat Alloh .
Berkata Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rohimahulloh:
“Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (Manarul Ardhi) yaitu tanda atau simbol yang membedakan antara tanah
yang menjadi hakmu dan menjadi hak tetanggamu, kemudian kamu merubah batasnya
dengan memajukan tanda tersebut atau memundurkannya.”[16]
Berkata Syaikh Al-Utsaimin rohimallohu:
“Perkataan ‘Manarul
Ardhi’ berarti tanda-tanda pembatas tanah
yang telah ditetapkan antar tetangga (antar para pemilik tanah). Siapa yang
mengubahnya secara zhalim maka dia terlaknat. Berapa banyak orang yang mengubah
batas tanah, apalagi apabila nilai jual tanah itu tinggi, tanahnya subur dengan
lokasi yang strategis. Mereka tidak tahu bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa
mengambil tanah secara zhalim maka dia akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis
bumi.” Jadi masalah ini tidak bisa dianggap enteng. Padahal orang yang
menyerobot tanah dan mengubah tanda pembatas tanah serta mengambil sesuatu yang
bukan haknya tidak tahu bahwa ternyata dia tidak dapat mengambil manfaat dari
tanah yang diserobotnya itu karena keburu meninggal dunia sebelum dapat
mengambil manfaat darinya atau kemungkinan dia mendapat bencana dari apa yang
dia ambilnya.
Kesimpulannya, hadits ini merupakan dalil bahwa
mengubah tanda batas tanah termasuk dosa besar, karena itulah Nabi shollallohu
‘alaihi wa sallam menggabungkan dengan syirik, durhaka kepada kedua orang tua,
dan perbuatan bid’ah. Ini menunjukkan yang demikian itu merupakan masalah yang
besar, yang harus dihindari oleh manusia dan hendaknya dia takut kepada
Alloh.” [17]
Solusi dari dua masalah di atas:
Bagi
para perampas tanah orang lain maka wajib bagi dia mengembalikan tanah yang dia
ambil itu kepada pemiliknya.
Berkata
Syaikh Abdul Azhim Al Badawi: “Barangsiapa yang merampas tanah kemudian
menanaminya atau membangun di dalam tanah tersebut, maka diharuskan untuk
mencabut tanamannya dan menghancurkan bangunannya. Karena sabda Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
Dan
apabila dia menanam tanamannya dengan biaya, maka dia mengambil biayanya dan
tanaman bagi pemilik tanah. Dari Rafi’ bin Khudaij rodhiyallohu ‘anhu Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ زَرَعَ فِيْ أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ
إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ, وَ لَهُ نَفَقَتُهُ
“Barangsiapa menanam di tanah suatu kaum dengan tanpa
izin mereka maka tidak ada baginya (hak) dari tanamanitu sedikitpun, dan
baginya biaya penanamannya.” [19]
Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi[20]: “Jika barang yang dirampas berupa
tanah, kemudian perampas membangun rumah di atasnya ataupun menanam tanaman di
atasnya maka rumah tersebut harus dirobohkan/dihancurkan dan tanaman itu harus
dicabut, dan tanah tersebut harus diperbaiki kerena kerusakan yang disebabkan
pembangunan rumah dan penanaman tanaman tersebut. Atau rumah itu tidak
dirobohkan dan tanaman tersebut tidak dicabut, sebagai gantinya perampas
meminta ganti atas biaya pembangunan rumah tersebut atau biaya penanaman
tanaman tersebut namun itupun jika pemilik tanah menyetujuinya. Karena
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Perkataan beliau juga diperkuat dengan hadits dari
Urwah bin Az-Zubair, dia berkata: telah berkata seorang dari sahabat Rosululloh
berkata: sesungguhnya ada dua orang bertengkar mengadu kepada Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang masalah tanah. Salah seorang di antara
mereka telah menanam pohon kurma di atas tanah milik yang lain. Maka Rosululloh
memutuskan tanah tetap menjadi milik si empunya dan menyuruh pemilik pohon
kurma untuk mencabut pohon kurmanya dan beliau bersabda:
“Akar yang zhalim tidak mempunyai hak.”
Demikianlah penjelasan dari masalah ini, semoga petani
bisa menghindarinya, karena masalah ini sering terjadi di masyarakat dan
hendaknya berhati-hati darinya karena termasuk dosa besar dan ancaman siksanya
sangat keras dan pedih. Dan apabila diantara kita ada yang telah melakukan
perampasan tanah maka segeralah dikembalikan tanah rampasan tersebut sebelum
menjadi siksa di akherat. Marilah kita berusaha dengan cara yang halal dan baik
dan janganlah kita memberi makan keluarga dengan cara yang haram dan bathil.
Firman Alloh subhanahu wa ta’ala:
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian
di antara kalian dengan jalan yang bathil.”(QS.
Al-Baqarah : 188).